AJAKLAH MANUSIA KEPADA TAUHID


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ ( النحل : 36 )

“Dan sungguh Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut. Di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang telah tetap kesesatan ada pada diri mereka, maka berjalanlah kalian di muka bumi ini, dan lihatlah bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan” (An Nahl : 36)


Sungguh, agama Islam adalah agama yang mulia, yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka melakukan keburukan. Tidaklah ada sesuatu kebaikan pun yang bisa mendekatkan seseorang kepada surga, melainkan Islam telah menjelaskan dan mengajak kepadanya. Sebaliknya, tidak ada sedikit pun amalan keburukan, yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesengsaraan, melainkan agama yang mulia ini telah melarangnya.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah ta’ala melalui lisan para Rasul-Nya ‘alaihimusholatu wa salam. Seluruh Rasul yang diutus oleh Allah ta’ala, diawali dari Nuh ‘alaihissalam sampai dengan Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, seluruhnya membawa tujuan yang sama, yaitu menyeru umatnya untuk menyerahkan peribadatan hanya kepada Allah semata (baca : tauhid). Sebagaimana Allah ta’ala firmankan dalam ayat di atas, yaitu Surat An Nahl ayat 36.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ … ( النحل : 36 )

“Dan sungguh Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut… ”(An Nahl : 36)

Syaikh As Sa’diy rahimahullah mengatakan dalam tafsir beliau tentang ayat ini, ”Allah subhanahu wa ta’ala mengkhabarkan dalam ayat tersebut, bahwa syari’at agama Allah (yaitu agama Islam) tegak atas seluruh umat manusia. Allah ta’ala mengutus para rasul kepada tiap-tiap mereka, baik kepada umat yang terdahulu maupun umat yang belakangan. Dan para rasul tersebut memiliki tujuan yang sama dalam dakwah dan seruan mereka kepada umat manusia, yaitu ajakan untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya.” (Taisir Karimir Rahman, hal 440)

Pada ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ( الأنبياء : 25)

“Dan tidaklah kami utus seorang rasul kepada umat sebelum engkau (Muhammad), kecuali Kami wahyukan kepadanya, (agar mereka menyeru) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku (Allah), maka sembahkan Aku (Allah)(Al-anbiya’:25)

Inilah misi para rasul ‘alaihimusholatu wa salam dalam dakwah dan seruan mereka kepada umatnya. Seluruhnya mengajak kepada tauhid dan melarang dari kesyirikan. Tidaklah Allah mengutus para rasul melainkan dengan misi ini. Tauhid adalah intisari agama Islam. Seluruh ajaran Islam berporos pada sumber yang agung ini. Sampai-sampai apabila kita merenungkan isi Al Quran, maka akan kita jumpai seluruhnya mengajarkan tentang tauhid.

Ibnu Taimiyah, yang kemudian diikuti oleh murid beliau, Ibnul Qayyim rahimahumallahu, mengatakan, “Seluruh kandungan dalam Al Quran, adalah tentang ajakan kepada tauhid, tentang hak-hak tauhid dan ganjaran bagi orang yang merealisasikan tauhid. Begitu juga berisi tentang larangan kesyirikan, nasib para ahli syirik, dan tentang balasan bagi orang yang berbuat kesyirikan.” (Madarijus salikin, 3 /450, dikutip dari Manhajul Anbiya fi Da’wati Ila Allahi, Syaikh Rabi’ Al Madkholi)

Hakikat pengutusan Nabi Nuh ‘alaihissalam, Rasul Pertama yang Diutus oleh Allah Ta’ala

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ…( النساء : 163 )

“Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada engkau (Muhammad), sebagaimana telah Kami wahyukan kepada Nuh dan para nabi setelah Nuh…” (An Nisa : 163)

Dalam hadits yang shohih, tentang hadits syafaat,

…اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ . فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا…

“…Wahai manusia, pergilah kepada Nuh. Maka manusia pun pergi menuju Nuh (untuk meminta syafaat) mereka berkata, Wahai Nuh engkau adalah Rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi, dan Allah telah menyebutmu sebagai hamba yang bersyukur…” (HR. Bukhariy dalam kitab shohihnya)

Timbul pertanyaan, mengapa dalam ayat tersebut (An Nisa : 163) dan hadits di atas, Allah menyebutkan para nabi, dimulai dari Nabi Nuh ‘alaihissalam??? Bukankah nabi pertama adalah nabi Adam ‘alahissalam?

Jawabanya adalah karena munculnya kesyirikan pertama kali di permukaan bumi ini adalah pada zaman Nuh ‘alaihissalam. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, “terjadinya kesyirikan pertama kali adalah pada kaum nabi Nuh ‘alaihissalam, yaitu ketika mereka bersifat ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang sholeh” (Ighotsatul Lahfan, 2/204)

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan, “antara Adam dan Nuh terdapat 10 generasi, dan seluruh generasi tersebut berada di atas agama Islam”. (diriwayatkan oleh Al Hakim,2/546) (artinya : antara generasi Adam dan Nuh belum muncul kesyirikan, seluruhnya berada di atas tauhid)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsir beliau untuk surat An Nahl : 36, “Adapun perintah untuk menyembah Allah semata dan perintah untuk menjauhi thaghut, maka Allah ta’ala tidaklah mengutus para rasul melainkan karena misi dan tujuan ini. (Yaitu dimulai) sejak munculnya kesyirikan pertama kali di tengah-tengah Bani Adam, yaitu pada zaman Nuh ‘alaihissalam. Maka Nuh ‘alaihissalam adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi, hingga ditutup dengan risalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam yang seruan beliau ditujukan kepada seluruh manusia dan jin, baik di belahan bumi timur maupun barat” (tafsir ibnu katsir, maktabah syamilah)

Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa ketika pertama kali terjadi kesyirikan di muka bumi ini, maka ketika itu pula Allah menurunkan rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihissalam, agar para rasul utusan Allah tersebut memperingatkan manusia dari kesyirikan dan mengajak untuk kembali kepada tauhid. Inilah misi dan tujuan utama para rasul utusan Allah.

Seluruh Rasul Menyeru kepada Tauhid

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat yang banyak, baik ayat-ayat yag umum maupun ayat-ayat khusus, menceritakan kisah umat-umat terdahulu, bahwa Allah telah mengutus kepada mereka para rasul, guna mengajak dan menyeru kepada tauhid dan menjauhi kesyirikan.

Di dalam ayat yang umum, Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ( الأنبياء : 25)

“Dan tidaklah kami utus seorang rasul kepada umat sebelum engkau (Muhammad), kecuali Kami wahyukan kepadanya, (agar mereka menyeru) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku (Allah), maka sembahkan Aku (Allah)(Al-anbiya’:25)

Ayat tersebut semakna dengan surat An Nahl ayat 36 yang telah lewat,  pada ayat tersebut Allah Ta’ala tidak mengkhususkan kepada umat tertentu dalam pengutusan-Nya. Akan tetapi terkadang Allah menyebutkan kepada umat tertentu. Semisal Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ  (المؤمنون : 23 )

“Dan sungguh kami telah megnutus Nuh kepada kaumnya, kemudian dia (Nuh) mengatakan, “wahai kaumku, sembahlah Allah semata, tidak ada sesembahan (yang layak) bagi kalian selain Dia, mengapa kalian tidak bertaqwa” (Al Mukminun : 23 )

Allah Ta’ala berfirman tentang nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bapak para nabi :

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ( العنكبوت : 16 )

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Beribadahlah kepada Allah dan bertaqwalah kepada-Nya. (Yang demikian itu adalah ) lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui”. (Al-‘Ankabut: 16)

Dan ayat-ayat lainnya yang menceritakan kisah pengutusan para rasul kepada kaumnya, untuk menyeru kepada tauhid dan larangan kepada syirik, sebagaimana kisah tentang nabi Hud, nabi Sholeh, nabi Syu’aib, nabi ‘Isa, sampai kepada nabi kita yang mulia Rasulullah Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam. Demikianlah kenyataan dakwah para nabi di dalam sejarah mereka yang disebutkan dalam al-Qur’an maupun dalam hadits yang shahih. Inti dakwah mereka seluruhnya adalah tauhid.

Maka, Mulailah dengan Tauhid

Setelah kita mengetahui, bahwa tujuan dakwah para rasul Allah, termasuk rasul kita yang mulia, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, adalah terpusat pada realisasi tauhid dan pelarangan kepada syirik, maka sudah menjadi keharusan kita, sebagai kaum muslimin, untuk memahami dan mengerti makna tauhid kemudian mendakwahkannya kepada manusia.

Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (يوسف : 108 )

“Katakanlah (wahai Muhammad), inilah jalanku, yang aku menyeru (manusia) kepada Allah, di atas bashirah, aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha suci Allah, dan aku bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrikin.” (Yusuf : 108)

Syaikh as Sa’diy mengatakan, “makna هَذِهِ سَبِيلِي adalah jalan yang mengantarkan kepada ridho Allah dan negeri akhirat yang mulia. Dimana pada jalan tersebut tercakup ilmu dan amal sholeh serta mengikhlaskan agama kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” (Taisir Karimir Rahman)

Inilah dakwah yang dituntut sekarang ini, di saat kebanyaakan manusia lalai akan hakikat tauhid, di saat manusia banyak yang protes dan berunjuk rasa ketika terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), akan tetapi mereka sebagian besar terdiam membisu ketika hak Allah di langgar. Tahukah anda apakah hak Allah itu?

عَنْ مُعَاذٍ – رضى الله عنه – قَالَ كُنْتُ رِدْفَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ ، فَقَالَ « يَا مُعَاذُ ، هَلْ تَدْرِى حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ » . قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ « فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا »

Dari shahabat Muadz bin Jabbal radhiyallahu’anhu beliau mengatakan, Aku dibonceng oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apakah hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?”, Kemudian aku (Mu’adz) menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah hendaklah mereka menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan dengan suatu apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengadzab seorang hamba yang dia tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”

Maka sudah menjadi keharusan bagi kita semuanya, kaum muslimin saat ini, untuk menegakkan kewajiban kita yang paling besar, yang itu adalah merupakan hak Alah yang terbesar. Allahu ta’ala a’laam. [ Hanif Nur Fauzi ]

http://hanifnurfauzi.wordpress.com/

Comments

Posting Komentar